Senin, 26 November 2012

sejarah klz xI smester 1

perkembangan masyarakat indonesia diawal penjajahan bangsa barat

Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan Bangsa Barat (Bagian I)

A. Awal Hubungan Dagang sampai Berkembangnya Kolonialisme
        Kolonialisme adalah usaha penguasaan atas suatu daerah atau wilayah oleh negara penguasa untuk memperluas daerah tersebut, biasanya dilakukan secara paksa untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara induk. Kolonialisme pada hakikatnya adalah dominasi politik, eksploitasi ekonomi, dan penetrasi kebudayaan, serta penghancuran sistem sosial di masyarakat terjajah. Sedangkan imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain.
        Munculnya paham kolonialisme Eropa dimulai abad ke-16 dan ke-17. Saat itu feodalisme Eropa mulai surut dan timbulah kelas pedagang yang giat berniaga. Kelas ini semakin kuat dan mengakibatkan munculnya pemikiran Benua Eropa terlalu sempit bagi perniagaan. Maka timbulah suatu keinginan untuk mecari benua lain, terutama sekali Benua Timur (Asia). Hal ini didukung oleh paham markantilisme (paham adanya campur tangan pemerintah secara ketat dan menyeluruh dalam kehidupan perekonomian) di Eropa. Perkembangan paham ini diikuti perkembangan perdagangan dan pelayaran dunia karena mendapat pembiayaan dari raja ataupun negaranya. Hasil dari penguasaan wilayah baru telah memperkuat ekonomi kapitalisme yang didasarkan dari keuntungan dagang atau biasa disebut kapitalisme kuno (ancient capitalism). Kapitalisme kuno dan modern hanya dipisahkan oleh Revolusi Industri. Itulah sebabnya kapitalisme modern sering disebut Kapitalisme Industri.
        Perkembangan merkantilisme Eropa berpengaruh terhadap wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan bangsa-bangsa Barat datang ke Indonesia yang semula berniat melakukan kegiatan berdagang kemudian berubah menjadi penjajah. 
1. Hubungan Dagang dengan Portugis
        Portugis adalah negara petama yang berhasil datang ke Indonesia. Setelah jatuhnya kota Konstatinopel (pusat perdagangan rempah-rempah Eropa) ke tangan Turki pada tahun 1453, terpaksa para pedagang Eropa mencari sendiri pisat rempah-rempah. 
        Usaha Bartholomeus Diaz yang kemudian dilanjutkan oleh Vasco da Gama yang sampai di Calicut (India) memberikan titik terang mengenai daerah pusat rempah-rempah. Setelah itu Portugis mengangkat raja muda di Goa yang bernama d'Almeida untuk mengurusi kegiatan perdagangan. Kemudia d'Almeida digantikan oleh Alfonso d'Albuquerque yang berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511. Dari Malaka inilah Portugis segera memasuki pusat rempah-rempah di Maluku. 
        Portugis kemudian menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Ternate untuk menghalangi kekuasaan Spanyol masuk ke Maluku. Namun ternyata Sapnyol juga menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Tidore, yang sebenarnya adalah musuh besar Kerajaan Ternate. Perseturuan dapat diselesaikan setelah ada perjanjian Tordesilas yang membagi wilayah kekuasaan Portugis dan Spanyol yang mengakibatkan Sapnyol terpaksa meninggalkan Maluku karena Maluku adalah wilayah yang berada dibawah kekuasaan Portugis. 
2. Hubungan Dagang Belanda (VOC)
        Belanda datang ke Indonesia untuk menguasai perdagangan rempah-rempah karena Lisabon (Portugis) telah dikuasai Spanyol dan mengakibatkan Belanda harus mencari daerah penghasil rempah-rempah lainnya (Maluku). 
        Proses kedatangan Belanda ke Indonesia:
  1. Tahun 1559, Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman mengadakan pelayaran dengan tujuan Indonesia
  2. Tahun 1596, armada Cornelis de Houman tiba di bandar Banten
  3. Tahun 1598, armada kedua yang dipimpin Jacob van Neck tiba di tempat yang sama dan berhasil membawa rempah-rempah ke Belanda
  4. 20 Maret 1602 dibentuk kongsi dagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
a. Sistem Perdagangan VOC
        VOC maju dengan cepat dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah sehingga dapat meraup keuntungan yang besar hingga awal abad ke-18. VOC dipimpin oleh Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia. Keduanya disebut Pemerintah Tertinggi. Gubernur Jenderal VOC pertama dijabat oleh Pieter Both yang berkantor di Ambon. Kemudian pada tahun 1619, kantor pusat VOC dipindahkan ke Batavia (Jakarta) oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (menjabat 1619-1623 dan 1627-1629). 
        Tujuan pembentukan VOC adalah:
  1. Menghindari persaingan yang merugikan para pedagang Belanda
  2. Menyatukan tenaga untuk menghadapi saingan dari bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia
  3. Mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol
        Hal-hak istimewa VOC (hak octory), yaitu:
  1. Berhak mengadakan perjanjian dengan semua raja yang berada dan berkuasa di Indonesia
  2. Berhak mengangkat dan memberhentikan pegawainya
  3. Berhak memiliki serdadu untuk mempertahankan diri
  4. Berhak mendirikan benteng pertahanan
  5. Berhak mencetak uag sendiri
  6. Berhak menyatakan perang dengan siapapun
  7. Berhak mengadakan perdamaian dengan pihak manapun
        Aturan paksaan VOC yang diterapkan di Indonesia antara lain:
  1. Aturan monopoli dagang, yaitu menguasai sendiri seluruh perdagangan rempah-rempah di Indonesia
  2. Contigenten Stelsel, yaitu pajak yang harus dibayar dengan hasil bumi
  3. Verplichte Leverantie, yaitu aturan penjualan paksa hasil bumi kepada VOC
  4. Pelayaran Hongi, yaitu wajib kerja mendayung perahu patroli VOC di perairan Maluku
  5. Hak Ekstripasi, yaitu aksi penebangan tanaman rempah-rempah milik rakyat yang dianggap menyaingi barang dagang VOC
  6. Preanger Stelsel, yaitu wajib tanam kopi bagi rakyat Priangan
  7. Penyerahan wajib, yaitu upeti berupa hasil bumi yang diserahkan oleh kepala daerah yang telah menandatangani perjanjian dengan VOC
b. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap VOC
        Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) di Kerajaan Mataram Islam terjadi penyerangan ke pusat kekuasaan VOC (1628 dan 1629) yang berakhir dengan dikuasainya empat dari lima benteng VOC dan berhasdil dibunuhnya Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen. Namun pasukan Mataram dapat dikalahkan oleh Belanda karena perbekalan Mataram habis dan juga VOC mendapat bantuan dari armadanya yang berada di Hongkong.
        Pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan digantikan oleh puteranya Pangeran Sayidin yang bergeler Sunan Amangkurat I. Pada tahun 1646, Amangkurat I mengadakan perjanjian kerja sama dengan VOC yang berisi VOC dapat mendirikan benteng di wilayah Kerajaan Mataram. Hal itu menyebabkan pergolakan  di dalam Kerajaan Mataram dan menimbulkan pemberontakan.
        Pemberontakan yang pertama adalah protes dari kerabat keraton atas kebijakan Amangkurat I yaitu pemberontakan Pangeran Alit (asik Sunan Amangkurat I) yang didukung oleh Pangeran Trojoyo (putra raja Madura). Kemudian Istana Mataram di Karta Sura jatuh ketangan Pangeran Trunojoyo dan Amangkurat I melarikan diri dan wafat dalam pelarian (1677). Kemudian, diangkatlah putranya sebagai raja Mataram dengan gelar Amangkurat II. Amangkurat II bekerjasama dengan VOC untuk mengalahkan pemberontakan Trunojoyo. Dan akhirnya Istana Karta Sura berhasil direbut kembali. Pangeran Trunojoyo melarikan diri namun tertangkap oleh VOC pada 1679 dan dibunuh oleh Amangkurat II yang berkuasa sampai 1703.
        Kemudian Mataram diperintah oleh Amangkurat III yang sangat membenci VOC. Dengan bantuan Untung Suropati, ia teus memerangi VOC. Namun VOC tidak tinggal diam, VOC bekerjasama dengan Pangeran Puger (paman Amangkurat III) dan akhirnya pada tahun 1707, Amangkurat III tertangkap dan menandakan VOC menang perang. Kemudian Raja Mataram dijabat oleh Pangeran Puger dengan gelar Pakubuwono.
        Pada saat Pakubuwono II memerintah tepatnya pada tahun 1749, terjadi pemberontakan terhadap VOC yang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi dan Mas Said. Yang akhirnya Belanda mengadakan suatu perjanjian yang bernama Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu:

  1. Kerajaan Mataram Barat dengan nama Ngayogyakarta (Yogyakarta) dibawah pimpinan PAngeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I
  2. Kerajaan Mataram Timur dengan nama Surakarta dibawah pimpinan Pakubuwono II. 
        Kerajaan Surakarta kemudian dibagi menjadi dua wilayah oleh Belanda pada tahun 1757. Surakarta dibawah Pangkubuwono III dan sebagian lainnya dibawah Mas Said yang kemudian dikenal sebagai wilayah Mangkunegara. Mas Said mendapat gelar Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro I atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo.
        Kemudian pada tahun 1813, sebagian daerah kesultanan Yogyakarta diberikan kepada Paku alam selaku Adipati.
        Perlawanan terhadap VOC juga terjadi di Banten dibawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa ketika VOC ingin memindahkan pusat perdagangannya dari Banten ke Batavia. Selama perlawanan Sultan Ageng dibantu oleh seorang ulama dari Makassar yang bernama Syekh Yusuf.
        Langkah-langkah Sultan Ageng untuk mengusir Belanda:

  1. Memajukan aktivitas perdagangan agar bersaing dengan Belanda
  2. Sultan memerintahkan kepada pasukan Kerajaan Banten untuk mengadakan perampokan terhadp Belanda di Batavia
  3. Merusak perkebunan tebu milik Belnda di sebelah barat Ciangke
        Belanda yang mulai kewalahan berusaha mendekati orang dalam kerajaan untuk memberontak. Putra mahkota Kerajaan Banten yaitu Sultan Abdul Kahar atau biasanya dikenal dengan Sultan Haji berhasil didekati Belanda. Ia berambisi menjadi Raja di Kerajaan Banten. Karena hal itulah, Sultan Haji menyusun pemberontakan untuk melawan ayahnya sendiri yang dibantu oleh VOC padahal sebenernya Sultan Haji memang direncanakan untuk menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. 
        Pemberontakan ini berhasil dan mengakibatkan Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dipenjara hingga tewas tahun 1692 di Batavia. Selanjutnya Kerajaan Banten dibawah kekuasaan VOC karena sebenarnya Sultan Haji hanyalah lambang kerajaan karena Banten dikuasai dan diatur sepenuhnya oleh VOC. Bahkan Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC yang isinya mengizinkan monopoli perdagangan oleh VOC. 
c. Bubarnya VOC
        Pada 31 Desember 1799 VOC dibubarkan. Faktor-faktor yang menjadi sebabnya adalah:
  1. Sumber keuangan VOC semakin menipis karena korupsi, pengeluaran biaya perang, dan besarnya anggaran untuk menggaji para pegawai
  2. VOC tidak mampu bersaing dengan organisasi dagang Inggris dan Perancis
  3. VOC banyak kehilangan prajurit yang gugur dalam menghadapi perlawanan rakyat Indonesia
        Setelah VOC bubar, pemerintahan Republik Bataaf segera mengambil alih kekuasaan VOC di Indonesia. Segala hak dan kewajiban VOC diambil alih Republik Bataaf, termasuk dalam penyelesaian utang. Pemerintahan ini berkuasa sampai tahun 1807. Pada tahun itu, Republik Bataaf dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti dengan Hindia Belanda. Napoleon menempatkan adiknya, Louis Bonaparte untuk berkuasa di Belanda. Lalu Louis Bonaparte mengangkat Herman Willem Deandels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar